MELAYANI BUKAN UNTUK DILAYANI
Pdt. Juliman Harefa, S.Th.,
M.Div.,Th.M.[1]
PENDAHULUAN
Kalimat MELAYANI BUKAN UNTUK
DILAYANI sepintas kedengarannya sangat rohani, benar apabila dipahami dari
perspektif kehendak Tuhan Yesus bagi
murid-murid-Nya, tetapi bila diperhatikan konteks dari teks Firman Tuhan Markus
10:35-45 terlihat bahwa Tuhan Yesus sedang memberikan “kuliah” kepada
murid-muridnya terutama Yakobus dan Yohanes yang sangat berambisi untuk
“merebut” kekuasaan, dengan kata lain mereka menginginkan “kursi” yang bukan
diperuntukan bagi mereka, karena kuasa yang mereka inginkan adalah milik Tuhan
Yesus.
Dalam perspektif Alkitab arti
Disebelah kanan Mu…di sebelah kiri Mu adalah : Setelah sang raja sendiri, yang
paling berkuasa dalam suatu kerjaan adalah orang duduk paling dekat dengannya.[2]
Sehingga persoalan bukan memperebutkan siapa duduk disebelah mana !, tetapi
siapa yang duduknya paling dekat dengan raja itulah yang berkuasa.
Tulisan ini menjelaskan tentang
makna Alkitabiah dan makna teologis dari Firman Tuhan: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus
10:45). Sebab sesungguhnya kalimat
melayani bukan untuk dilayani adalah
dari Tuhan Yesus sendiri kepada murid-murid-Nya yang mengajar mereka
bagaimana menjadi yang besar dan terkemuka yaitu menjadi seorang pemimpin yang
berhati hamba.
A. PERMINTAAN
YANG AMBISIUS
Pelayanan Tuhan Yesus di dunia membawa misi Pemberitaan
tentang kerajaan Allah ke dalam dunia, dalam Injil Markus 10:35-45 percakapan
Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya, sebuah percakapan yang sangat menarik
karena diisi oleh kisah dua orang murid Yesus yang bernama dan Yakobus dan
Yohanes yang memiliki keinginan yang sangat ambisius sedangkan dalam Matius
20:20-21 yang mengajukan permohonan tersebut adalah Ibu mereka yakni Salome,
saudara perempuan Maria ibu Yesus (Mar 15:40; Mat 2756; Yoh.19:25). Karena ibu Yakobus dan Yohanes adalah
bersaudara maka mereka sepupu Tuhan Yesus, sepertinya ada usaha
“persekongkolan” tetapi Tuhan Yesus tidak mau terjebak dalam niat ambisius
saudara sepupunya tersebut.
Permintaan Yakobus dan Yohanes terdapat dalam Markus 10:35
Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya:
"Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan
kami!" 10:36 Jawab-Nya kepada mereka: "Apa yang kamu kehendaki Aku
perbuat bagimu?" 10:37 Lalu kata mereka: "Perkenankanlah kami duduk
dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang
seorang di sebelah kiri-Mu." 10:38 Tetapi kata Yesus kepada
mereka: "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan
baptisan yang harus Kuterima?" 10:39 Jawab mereka: "Kami dapat."
Yesus berkata kepada mereka: "Memang, kamu akan meminum cawan yang harus
Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. 10:40 Tetapi hal
duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak
memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah
disediakan." Jelaslah bahwa permintaan mereka tidak dapat dipenuhi karena
permintaan tersebut tidak porposional.
B.
PERSELISIHAN
Mendengar
hal tersebut di atas (ay. 40) kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada
Yakobus dan Yohanes (ay. 41).
Mereka marah kepada Yakobus dan Yohanes karena menginginkan tempat utama.
Mereka marah bukan karena sulitnya menjadi murid Kristus, tetapi karena mereka
masing-masing juga berharap untuk memiliki tempat utama itu. Jadi, dalam
kejengkelan murid-murid itu terhadap ambisi Yakobus dan Yohanes, ketahuanlah
juga ambisi pribadi mereka sendiri.
Kemudian, Kristus
menggunakan kesempatan ini untuk memperingatkan mereka mengenai hal ini dan
juga mengenai penerus-penerus mereka dalam pelayanan Injil (ay. 42-44).
Ia memanggil mereka secara
pribadi, untuk memberikan sebuah contoh bagi mereka mengenai kerendahan hati
dan memarahi mereka karena ambisi mereka itu. Ia juga mengajar mereka agar
sekali-sekali jangan membiarkan mereka terpecah belah.
C. MISI
KRISTUS KE DALAM DUNIA
Maksud dari perkataan Tuhan Yesus tersebut di atas adalah
misi yang Ia emban untuk datang kedunia adalah misi PENEBUSAN (bhs Yunani Lytron) manusia berdosa untuk memperoleh
kehidupan kekal (Yoh 3:16) yang pada puncaknya Tuhan Yesus akan duduk disebelah
“kanan” Allah Bapa. Misi Penebusan
Kristus dalam Markus 10:45 adalah Karena
Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Misi ini perlu
dipelajari secara Alkitabiah dan dipahami secara teologis dalam konologi karya
keselamatan-Nya, sehingga tidak salah kaprah.
Memahami pendapat
David J. Bosch tentang reflektif terhadap Perjanjian Baru sebagai sebuah
dokumen Misi, terlihat bahwa dalam pengantar misiologinya, ia mulai dari
pelayanan Yesus dan gereja mula-mula. Sebab Perjanjian Baru memberikan
kesaksian terhadap pergeseran dasariah bila dibanding dengan Perjanjian
Lama. Bosch memperjelas maksudnya dengan
mengatakan;
“Dalam
meneliti pergeseran paradigma dalam pemikiran misi saya bermaksud menyatakan
bahwa perubahan paradigma yang pertama dan besar terjadi dengan datangnya Yesus
dari Nazareth dan apa yang terjadi sesudah itu.” [3]
Pergeseran
paradigma dasariah tersebut terletak pada peranan Israel bagi Allah dan dunia
dengan peranan Yesus bagi Allah dan umat manusia. Kuiper menjembatani hal itu
dengan penjelasan,
“Pemberitaan dan
tindakan Yesus terhadap orang-orang kafir merupakan kebalikan mutlak dari
proselitisme Yahudi. Telah kita lihat bahwa usaha proselitisme kurang
berdasarkan eskatologia, tetapi merupakan antisipasi dari janji-janji Allah, di
dalam ketidaksabarannya. Tetapi dalam PB titik tolak adalah pengharapan
eskatologis mengenai pertobatan bangsa-bangsa dan penyembahan bangsa-bangsa dan
menyembah mereka kepada Allah yang benar dan tunggal.”[4]
Sedangkan
inti-pusat berita injil ialah maklumat Yesus tentang kerajaan Allah yang telah
mendekat. Dan pemerintahan Allah (basileia tou theou) merupakan pusat
seluruh pelayanan Yesus, dengan kata lain pemerintahan Allah “ titik awal dan
konteks untuk misi Kristus “. [5] Menyusul kemudian murid-murid Yesus dalam
mengemban amanat agung sebagai “pengajar” Firman Tuhan dan peran gereja
mula-mula.
Untuk memahami
lebih dalam maksud Yesus dan pemerintahan Allah sebagai titik awal dan konteks
untuk misi-Nya, berikut pembahasan tentang inkarnasi Yesus Kristus, Amanat
Agung dan perintah pada pasca kebangkitan Yesus serta respon para murid dan
rasul dalam merefleksikan misi Kristus dalam pelayanan mereka.
1. Inkarnasi Yesus Kristus
a.
Yesus adalah utusan Allah
Inkarnasi
adalah bukti Missio Christi dalam arti Kristus diutus oleh Allah: In Jesus of Nazarath God acted to disclouse
Himself to humanity. “ The word become flesh and dwell among us … and we have
behold His glory ….…” ( John 1: 14). Jesus is God‘s self-disclure.[6]
Dalam Inkarnasi
Kristus, Allah menyatakan diri-Nya dalam sejarah manusia dan dalam sejarah
dunia dan dalam sejarah keselamatan sebagai realisasi misi pengutusan
Kristus. Yesus Kristus menjadi
utusan Allah untuk manusia. “ Jesus Christ was God’s missionary to us. (
John 17:18 )”. [7]
Richard A.D Siwu
mengutip afirmasi G. Lausanne Covenant ( 1974 ) bahwa Kristus mengutus
orang-orang yang telah Ia tebus ke dalam dunia sama seperti Bapa telah
mengutus-Nya dan karenanya panggilan ini merupakan suatu pelaksanaan yang dalam
dan penebusan yang tidak ternilai atas dunia ini. [8]
Inkarnasi adalah
bukti Missio Christi dalam arti Kristus diutus oleh Allah. Dalam Inkarnasi
Kristus, Allah menyatakan diri-Nya dalam sejarah manusia dan dalam sejarah
dunia dan dalam sejarah keselamatan sebagai realisasi misi pengutusan Kristus.
Yesus Kristus menjadi utusan, dan Kristus mengutus orang-orang yang telah Ia
tebus ke dalam dunia sama seperti Bapa telah mengutus-Nya dan karenanya
panggilan ini merupakan suatu pelaksanaan yang dalam dan penebusan yang
bernilai kekal.
b. Untuk Mati di Kayu Salib
Inkarnasi Kristus ke dalam dunia tidak hanya
untuk bangsa Israel saja tetapi untuk seluruh umat manusia, “ He is the saviour not only for Israel but for the people. Though He
come into the world in the historic context of Israel, He commenced His
ministry in Galilee “ of the gentle’( Matt 4: 15)”. [9]
Kematian Kristus
di kayu salib merupakan puncak inkarnasi-Nya. Dengan kematian-Nya tersebut, Ia
telah menghapus dosa ( Ibrani 9:26). Henry C. Thiessen menyimpulkan bahwa,
fakta kematian Kristus merupakan suatu tujuan yang berhubungan dengan
penjelmaan. Penjelmaan bukanlah merupakan tujuan; penjelmaan adalah sarana
untuk mencapai tujuan penebusan orang terhilang lewat kematian Kristus di atas
kayu salib. [10]
Salib adalah
“rekomendasi “ pengutusan murid-murid untuk melaksanakan misi Allah yang tidak
dapat diwujudkan bila para murid atau pekabar-pekabar Injil merasa kuat dan
percaya diri tetapi apabila lemah dan tak berdaya.[11]
Inkarnasi Kristus
ke dalam dunia tidak hanya untuk bangsa Israel saja tetapi untuk seluruh umat
manusia. Kematian Kristus di kayu salib
merupakan puncak inkarnasi-Nya. Dengan kematian-Nya tersebut, Ia telah
menghapus dosa- lewat kematian Kristus di atas kayu salib.
c. Menghancurkan Pekerjaan Iblis
Tujuan
inkarnasi Kristus menyangkut juga pada misi-Nya untuk menghancurkan pekerjaan
iblis (band 1 Yoh 3:8 dan Kisah 10:38). [12]
2. Pasca
Kebangkitan Kristus
a.
Amanat Agung
Amanat
Agung dalam Matius 28: 18-20 berbunyi:
“KepadaKu telah
diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu, pergilah jadikan semua
bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Ku perintahkan kepadamu. dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”[13]
Tuhan Yesus
Kristus mengawali Amanat Agung-Nya dengan kuasa, memberi kekuatan, motivasi dan
keberanian kepada para murid untuk mengabarkan Injil. Kalimat
“kepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi”,
menunjukkan bahwa Yesus memiliki kuasa yang tertinggi, oleh sebab itu Yesus
bukan hanya pengutus tetapi juga berita yang harus diproklamirkan. Dengan kuasa-Nya yang melampaui segala kuasa di langit dan di bumi, Yesus
memberikan amanat ini. Inilah yang menjadi kekuatan bagi para murid untuk
memproklamirkan Yesus, Juruselamat
dunia.[14]
Kata
“pergilah” pergi adalah satu kata kerja
pembantu kepada kata kerja pokok yaitu “ menjadikan murid “. Dengan demikian perhatian dalam
Amanat Agung bukan pada kata “ pergi”
sebab kata tersebut bukan dalam bentuk kata kerja. Tetapi perhatian
terhadap Amanat Agung pada kata “ menjadikan murid”.
Kata “ menjadikan
murid” [15]
adalah perintah utama yang harus dilakukan dalam Amanat Agung. Disini secara tegas Allah mewujudkan
keterlibatan umat-Nya dalam menjalankan misi-Nya. Umat Allah (para murid)
diperintahkan untuk “ menjadikan murid” (menghimpun bagi Allah suatu umat)
melalui pergi, mengajar dan membaptis. [16]
Bosch menjelaskan pula bahwa bagian terakhir dari “ Amanat Agung’ menyebutkan
“ajarlah mereka melakukan segala sesuai yang telah kuperintahkan kepadamu” (
Mat 28:20).
Jadi dapatlah
disimpulkan bahwa ada 3 implikasi
penting dari Matius 28:16-20, yakni ada satu wewenang atau kekuasaan yang
dikonfirmasikan, Ada satu perintah yang disampaikan (ay 19-20a) dan ada satu janji yang diberikan sebagai jaminan
atas wewenang/kekuasaan dan tugas yang
dipercayakan (ay 20b).
Dengan demikian
bagi para murid, dan -tentunya-
melanjutkan misi Kristus bagi dunia adalah tanggungjawab sebagai umat
yang telah ditebus dan diselamatkan, untuk memproklamirkan Yesus, yang
menyelamatkan umat-Nya melalui inkarnasi, hidup, penderitaan, kematian dan
kebangkitan-Nya.
b. Amanat Untuk
Bersaksi
Kebangkitan
Kristus merupakan proklamasi kemenangan Kristus dan hari Proklamasi Kemerdekaan
orang berdosa.[17]
Jika Kristus tidak dibangkitkan maka sia-sialah pemberitaan Injil dan
sia-sialah kepercayaanmu dan kamu masih hidup dalam dosa ( Band. 1 Kor 15:14
dan 17).
Proklamasi
kemenangan Kristus dan proklamasi kemerdekaan orang percaya yang harus
diproklamirkan oleh para murid dan rasul serta semua orang yang telah menjadi
bagian keselamatan Allah, proklamasi Injil mengandung keselamatan Allah.
Proklamasi Injil mengandung berita pertobatan, pengampunan dosa dan
keselamatan.
Kristus
memandatkan hal itu dalam Kisah Rasul 1:8 tetapi kamu akan menerima kuasa,
jikalau Roh Kudus turun ke atas kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di
seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.
Mempelajari dan
memahami karya keselamatan Kristus bagi manusia berdosa membuktikan kepada
manusia bahwa manusia tidak mungkin dapat, mendapatkan posisi Yesus disebelah kanan
Bapa bahkan menggantikan-Nya sekalipun.
Tuhan Yesus Kristus memberikan pangajaran kepada para murid-murid-Nya
bahwa porsi mereka adalah menjadi pengajar
yang berhati hamba, sesuai dengan amanat Agung dan amanat bersaksi tersebut
di atas.
D. PENGAJAR YANG BERHATI
HAMBA
Percakapan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya
dalam Markus 10:42 Tetapi Yesus memanggil
mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah
bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya
menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. 10:43 Tidaklah demikian di
antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar
di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
10:44 dan barangsiapa ingin menjadi yang
terkemuka di antara kamu, hendaklah
ia menjadi hamba untuk semuanya.
10:45.
Kata-kata kunci dari Firman Tuhan tersebut
adalah kata besar (Yun. Μέγας, baca; megas) pelayan (διάκονος, baca ;
diakonos), terkemuka (πρῶτος, baca; prōtos) dan hamba (δοῦλος, baca; doulos),
yakni bagaimana menjadi pengajar yang
berhati hamba.
1. Pengajar adalah Pelayan
yang Melayani
Bila
dibandingkan dengan Lukas 22: 26 “Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang
terbesar ( greatest, μείζων) diantara kamu hendaklah menjadi yang paling muda
( younger, νέος) dan pemimpin ( chief, ἡγέομαι) sebagai pelayan ( serve,
διακονέω).
Pelayan yang
dimaksud oleh Tuhan Yesus disini adalah pengajar yang dapat menjadi teladan dan
juga dapat menempatkan diri pada tempat yang rendah (lowness pleace) dalam
artian memliki kerendahan hati yang luar biasa, serta pemimpin yang mampu
ber-diakonia- melakukan pelayanan pengasihan kepada para naradidik.
2. Pengajar yang berhati
seorang hamba
Hamba dalam
bahasa Yunani adalah ‘doulos’ ( δοῦλος) mengacu kepada seseorang yang berada
di bawah otoritas orang lain yakni otoritas Allah dalam konteks a slave (budak)
atau servant (pelayan).
Bagaimanakah
seorang dalam meresponi panggilan Tuhan untuk mengajar ? Adakah kemungkinan
orang awam memiliki hati seorang hamba untuk melayani Tuhan secara penuh,
mengingat pekerjaan sekuler banyak sekali menyita waktu sehingga tidak ada
waktu untuk belajar maupun melayani?, jawabannya YA !.
Oleh karena itu
kita harus menjernihkan dahulu konsep kita mengenai pelayanan. Orang berpikir
pelayanan itu adalah kegiatan rohani saja. Pengertian Alkitab yang benar ialah,
seluruh hidup kita adalah milik Tuhan, sesuai dengan Kolose 3:17-23, "Apa
pun yang kamu perbuat, perbuatlah itu seperti untuk Tuhan" dan Roma
12:1-2, "Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan ...", sehingga
pengertian sesungguhnya dari pelayanan itu adalah ibadah. Kita melayani Tuhan bukan
hanya melalui perbuatan kegiatan rohani, melainkan kita melayani Tuhan berarti
kita hidup memenuhi kehendak Tuhan.
Maka dalam pengertian itu, dimanapun kita
bekerja, di mana pun Tuhan menempatkan kita untuk mengajar itu adalah suatu
bentuk pelayanan juga. Itu adalah pelayanan untuk Tuhan di dalam penempatan
Tuhan, dan dengan kekuatan-Nya kita melaksanakan misi Tuhan baik dalam
bidang-bidang rohani maupun dalam bidang-bidang yang mempengaruhi masyarakat
dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan Negara.
E. REFLEKSI
Pertanyaan reflektif yang diajukan kepada
saudara adalah : Apakah saudara mau memberi hatimu untuk Tuhan ???, bila jawabannya adalah YA, maka;
sambil kita melaksanakan pekerjaan sekuler kita, kita perlu
menyelesaikan dan mendisiplin pembagian waktu supaya ada keseimbangan, sehingga
kita bisa memilih -dalam waktu yang sudah sempit itu- bentuk-bentuk pelayanan yang efektif untuk
pekerjaan pembangunan Kerajaan Allah, dan kita minati itu dengan penuh
konsentrasi.
Pengajar Kristen adalah seorang pemimpin-pelayan
juga. Namun pemimpin-pelayan sering kali dianggap sebagai sebuah kontradiksi;
Pertama, “Jika seseorang ingin menjadi yang
terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari
semuanya” (Markus 9:30-37). Yesus lalu mengajarkan kepemimpinan yang sejati.
Bagi yang ingin di depan haruslah menjadi yang paling belakang. Yang ingin
menjadi pemimpin, harus menjadi hamba.
Kebesaran seorang pengajar-pemimpin-pelayan
Kristen terletak justru pada komitmennya kepada mereka yang tersisih, kecil,
marjinal, dan sering terlupakan. Keempat
Injil mencatat segala perbuatan ajaib yang pernah dilakukan-Nya. Namun Yesus
tidak pernah sekalipun menggunakan kuasa- Nya untuk kepentingan pribadi. Ia
menganggap kuasa-Nya sebagai sesuatu yang dipakai untuk melayani umat manusia.
Kedua, “Barang siapa ingin menjadi besar di
antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi
yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya”
(Markus 10:43,44). Kebesaran yang sejati bukanlah soal kepemimpinan, kekuasaan,
atau prestasi perorangan yang tinggi (ayat Mr 10:42), melainkan sikap hati yang
dengan sungguh-sungguh ingin hidup bagi Allah dan bagi sesama manusia. Hanya
pengajar-pengajar yang mau belajar dari Allah yang dapat mengajar sebagai
pengajar yang berhati hamba.
Ia
yang sungguh-sungguh ingin
menjadi besar dan terkemuka, harus bersedia untuk berbuat kebaikan bagi semua
orang, harus merendahkan diri untuk melakukan berbagai pelayanan yang paling
hina dan mengerjakan semua pelayanan yang paling sulit. Mereka yang
melakukannya tidak hanya akan sangat dihormati
dalam kehidupan yang akan datang, tetapi juga menjadi sangat terpuji dalam kehidupan sekarang ini.
Untuk
meyakinkan murid-murid-Nya akan hal ini, Ia memberikan contoh kepada mereka
mengenai diri-Nya sendiri, bahwa "Anak
Manusia lebih dulu menyerahkan diri-Nya mengalami penderitaan dan bahaya
yang luar biasa besar, dan baru sesudah itu Ia masuk ke dalam kemuliaan-Nya.
- Ia mengambil rupa seorang hamba, yang datang bukan untuk dilayani dan dinantikan, melainkan untuk melayani dan menanti untuk menyatakan kebaikan-Nya.
- Kristus taat sampai mati, dan demi kerajaan-Nya, karena Ia memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Ia telah mati untuk keuntungan manusia.
Kita
harus sedemikian mengabdi kepada Tuhan sehingga kita menyatu dengan
kehendak-Nya di dunia tanpa menginginkan kemuliaan dan kedudukan. Melaksanakan kehendak Allah, mengajar orang
kepada keselamatan di dalam Kristus serta menyenangkan hati Allah merupakan
upah dari mereka yang betul-betul besar dan pengajar yang berhati hamba.
Jikalau kita diberikan kesempatan untuk menduduki jabatan terhormat yang
menjadikan kita besar dan terkemuka -tentu itu tidak salah- tetapi hal itu
harus dalam “koridor” sebagai Pemimpin
yang melayani dan Pengajar yang berhati hamba. SOLI DEO GLORIA
KEPUSTAKAAN
Alkitab,
LAI: Jakarta
Alkitab,
Edisi Study, LAI : Jakarta, 2011
Bosch,
David J., Transforming Mission,
Maryknoll, New York: 1996
Kuiper,
Missiologia, Jakarta: Bpk Gunung
Mulia, 1993
Hedlund,
Mission to Man in The Bible, India:
Evangelical Literature Service
Tallman
J. Raymond, An Intronduction
Richard
A.D Siwu, Misi Dalam Pandangan
Eukumenikal Dan Evangelikal Asia
1910-1961-1991, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1996
Henry
C. Thiessen, Teologia Sistematika,Malang:
Gandum Mas, 1995
Kane,
Christian Mission In Biblical Perspektif,
Grand Rapids, Michigan: Baker Book House 1976
Fritz
Rienecker, A Linguistic Key To The Greek
New Testament, Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1982.
P.
Nepper-Christensen, Dalam Horst Balz dan Gerhard Schneider (ed.), Exegetical
Dictionary Of The New Testament,Grand Rapids, Michigan : William B. Eerdmans Publishing
Company, 1991
Lotnatigor
Sihombing, Yesus Kristus Tuhan Kita,
Batu: STT “I-3”, 1997
[1]
Dosen Teologi FKIP PAK, UKI
[2] Alkitab
Edisi Studi, LAI : Jakarta, 2011. h. 1642
[3]
Bosch, David J., Transforming Mission, Maryknoll,
New York: 1996, p. 21
[4]Kuiper,
Missiologia, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1993p. 37
[5]Bosch,
Transformasi …, p. 48
[6]Hedlund,
Mission to Man in The Bible, India: Evangelical Literature
Service p. 170
[7]Tallman
J. Raymond, An Intronduction …, h.
46
[8]Richard
A.D Siwu, Misi Dalam Pandangan
Eukumenikal Dan Evangelikal Asia 1910-1961-1991, ( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,
1996), p. 120
[9]Hedlund,
Mission …, p. 196
[10]Henry
C. Thiessen, Teologia Sistematika (
Malang: Gandum Mas, 1995), p. 351
[11]Bandingkan
Bosch, Transformasi …, pp. 788-791
[12]Kane,
Christian Mission In Biblical Perspektif,
Grand Rapids, Michigan:
Baker Book House 1976, p. 270
[13]Matius
28:18-20, Kis. 1:6-8 dan Yohanes 20:20
Pararel dengan Markus 16: 15-18, Lukas 24:46-
[14]Kane.,p.
33
[15]Fritz
Rienecker, A Linguistic Key To The Greek
New Testament ( Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1982),
p. 87
[16]P.
Nepper-Christensen, Dalam Horst Balz dan Gerhard Schneider (ed.), Exegetical
Dictionary Of The New Testament (
Grand Rapids, Michigan : William B.
Eerdmans Publishing Company, 1991), p. 372
[17]Lotnatigor
Sihombing, Yesus Kristus Tuhan Kita (
Batu: STT “I-3”, 1997),p. 75
No comments:
Post a Comment